Sabtu, 17 Desember 2011

APLIKASI DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK IDENTIFIKASI TINGKAT KERAGAMAN PENGGUNAAN LAHAN

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/3108137146.pdf 

Pendekatan secara spasial perlu dilakukan, mengingat semua kegiatan pemanfaatan ruang perdesaan baik sosial maupun ekonomi membutuhkan lokasi atau tempat yang secara
hirarkis dan fungsional saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa kondisi tata guna lahan wilayah perdesaan di Indonesia sangat beragam. Oleh karena itu setiap pengambilan kebijakan pemanfaatan ruang perlu memperhatikan kondisi keragaman penggunaan lahan di wilayah yang bersangkutan.
Digital Globe (perusahaan Swasta AS), tahun 2002 meluncurkan satelit komersial dengan nama Quickbird, beresolusi spasial hingga 60 sentimeter dan 2,4 meter untuk moda pankromatik dan multispektral. Sampai saat ini Citra Quickbird beresolusi spasial paling tinggi dibanding citra satelit komersial lain. Semua sistem menghasilkan dua macam data: multispektral pada empat saluran spektral (biru, hijau, merah, dan inframerah dekat atau B, H, M, dan IMD), serta pankromatik (PAN) yang beroperasi di wilayah gelombang tampak mata dan perluasannya. Resolusi spasial tinggi ditujukan untuk mendukung aplikasi kekotaan, seperti pengenalan pola permukiman, perkembangan dan perluasan daerah terbangun. Saluran-saluran spektral B, H, M, IMD, dan PAN cenderung dipilih, karena telah terbukti efektif dalam menyajikan variasi fenomena yang terkait dengan kota.
Kehadiran Quickbird telah melahirkan eforia baru. pada praktisi inderaja yang jenuh dengan penggunaan metode baku analisis citra berbasis Landsat dan SPOT. Klasifikasi multispectral standar berdasarkan resolusi spasial sekitar 20-30 meter seringkali dianggap kurang halus untuk kajian wilayah pertanian dan urban di Jawa. Model-model dengan knowledge-based techniques (KBT) yang berbasis Landsat dan SPOT umumnya tidak tersedia dalam menu baku di perangkat lunak komersial, dan lebih sulit dioperasikan. Berdasarkan hasil interpretasi visual dari citra penginderaan jauh Quick Bird dan didukung peta desa yang ada, maka penggunaan lahan di Desa Cibatok Satu terdiri dari sawah, kebun campuran dan pemukiman. Secara visual citra Quick Bird dapat mengidentifikasi bangunan rumah dan jalan kampung yang tidak beraspal (tanah/Batu/Semen) dengan lebar kurang dari 1 meter yang ada di wilayah permukiman. Dari citra Quick Bird, lahan sawah mempunyai kenampakan yang sangat jelas dan mudah dibedakan dengan vegetasi lainnya.
Secara umum metode penelitian ini dibagi menjadi empat tahapan, yaitu tahap pengumpulan data textual (tabel, grafik dan tex) maupun peta/data spasial. Tahap selanjutnya adalah pengolahan citra Quick Bird pansharpened, meliputi rektifikasi berbasis batas administrasi desa dan interpretasi penggunaan lahan termasuk identifikasi jaringan jalan. Tahap ketiga adalah menghitung luas wilayah dan luas penggunaan jalan serta menghitung panjang jaringan jalan untuk setiap RW. Tahap Akhir adalah menghitung nilai entropy (Hi) jenis penggunaan lahan dan jaringan jalan setiap RW dengan menggunakan rumus dari Shannon dan Weaver (1949).
Data penginderaan Jauh satelit sangat membantu dan bahkan sebagai sarana mutlak yang harus tersedia dalam analisis spasial kuantitaif tingkat keragaman penggunaan lahan dan jaringan jalan suatu wilayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar